Raihan Ariatama

Dalam Bayang-Bayang Hegemoni Digital

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on print
Opini Koran Sindo, 11 Januari 2022

Pandemi Covid-19, yang melanda seluruh dunia sejak 2020 sampai hari ini, menjadi penanda betapa semakin signifikannya teknologi digital dalam menunjang kehidupan keseharian manusia. Ketika semua orang dibatasi mobilitasnya, dilarang untuk berkerumun atau menciptakan kerumunan, dan dianjurkan untuk physical distancing satu sama lain untuk mencegah penularan virus corona yang lebih meluas, teknologi digital menjadi wasilah, penyambung, yang menghubungkan manusia di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19. Bahkan, pandemi mendorong inovasi-inovasi teknologi digital yang diperuntukan untuk percepatan penanganan pandemi, seperti telemedicine, pelacakan penyebaran virus dan pendataan pergerakan pasien Covid-19.

Aktivitas manusia dialihkan ke ruang digital; mobilitas digital, kerumunan di ruang digital, rapat virtual, sekolah daring, donasi melalui platform digital dan lain sebagainya. Tanpa teknologi digital, kita tidak bisa membayangkan hidup kesepian dalam kondisi terisolasi –mungkin, akan lebih banyak orang meninggal karena kesepian daripada karena Covid-19. Akibat peralihan aktivitas ke ruang digital, penggunaan teknologi digital semakin meningkat dan penetrasi internet semakin meluas. Menurut laporan Redseer, salah satu lembaga konsultan manajemen asal India, penggunaan layanan teknologi digital di Indonesia meningkat signifikan selama pandemi, di antaranya: e-commerce meningkat sebesar 69%, penggunaan dompet digital naik hingga 65%, bidang kesehatan dan pendidikan naik masing-masing sebesar 41% dan 38%. Peningkatan penggunaan teknologi digital ini berbanding lurus dengan peningkatan penetrasi internet di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya pada 6 Oktober 2021 menyatakan bahwa penggunaan internet di Indonesia mengalami kenaikan selama pandemi dari 73,75% pengguna rumah tangga pada tahun 2019 naik menjadi 78,18% pengguna rumah tangga pada tahun 2020.

Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital di Indonesia sekaligus mengubah perilaku dan pola pikir manusia. Teknologi digital telah menjadi bagian dari keseharian manusia, dan ruang digital (digital sphere) tidak lagi menjadi ranah yang asing. Setelah pandemi usai, teknologi digital diprediksi akan semakin menentukan arah segala sektor kehidupan, sehingga hegemoni digital akan terjadi di masa depan.

Hegemoni Digital

Masifnya pemanfaatkan teknologi digital telah mengukuhkan hegemoni digital dalam semua lini kehidupan, yang membuat kita sulit untuk keluar darinya. Teknologi digital seakan-akan telah terintegrasi ke dalam tubuh kita, yang tidak hanya ‘menyatu’ dengan tubuh-publik kita, melainkan telah menembus tubuh-private kita. Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa dalam ruang digital, privasi berada di ujung kematian, sehingga batas antara yang-publik dan yang-private menjadi kabur. Aktivitas digital kita –preferensi individu yang meliputi preferensi sosial-politik, informasi yang sering kita telusuri, makanan kesukaan, barang-barang yang kita minati, tempat yang sering dikunjungi, dan lain sebagainya— telah terekam dan tersimpan dalam himpunan data yang sangat besar, yang disebut Big Data. Selanjutnya, algoritma digital akan memprediksi sekaligus membentuk preferensi-preferensi individu, sehingga, misalnya, algoritma kecerdasan buatan Google dapat merampungkan kalimat ketika kita sedang mengetik dan algoritma platform media sosialmenentukan informasi dan iklan mana yang muncul di beranda kita sesuai dengan aktivitas digital yang telah kita lakukan sebelumnya. 

Big Data tersebut menjadi sumber daya baru yang diperebutkan untuk pelbagai kepentingan. Masih membekas dalam ingatan kita bagaimana Internet Research Agency (IRA) dan Cambridge Analytica ‘berhasil’ mengantarkan Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat dalam Pemilu AS 2016 dan menyukseskan referendum Brexit di Inggris pada 2016 dengan menyalahgunakan data pengguna Facebook melalui metode microtargeting, sebuah cara untuk mengidentifikasi dan mengkategorisasi preferensi individu dari jejak aktivitas digital. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram dan lain sebagainya mempunyai data perilaku pengguna media sosial (user behavioral data) yang melimpah, yang dapat digunakan untuk merancang strategi kampanye politik yang tepat sararan; isu dan pesan apa yang banyak diminati serta hal-hal apa saja yang tidak disukai oleh pemilih dan lain sebagainya. Apa yang dilakukan oleh IRA dan Cambridge Analytica tersebut, oleh Agus Sudibyo dalam buku Tarung Digital (2021),disebut sebagai propaganda komputasional, yakni propaganda melalui perantaraan platform media sosial. Propaganda komputasional ini telah dan akan menyebar ke pelbagai negara seiring dengan semakin signifikannya teknologi digital dalam kehidupan manusia.

Di sektor ekonomi, teknologi digital semakin menancapkan hegemoninya. Pandemi Covid-19 menjadi stimulus akselarasi transformasi digital di sektor ekonomi. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengungkapkan bahwa jumlah UMKM yang telah terhubung ke dalam ekosistem digital naik 99% selama pandemi, dari sekitar 8 juta UMKM sebelum pandemi menjadi 15,9 juta atau 24,9% dari total 65 juta unit pelaku UMKM selama pandemi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sebuah diskusi pada awal tahun 2021, menyampaikan bahwa transaksi ekonomi digital meningkat 25% selama pandemi. Pasca pandemi, ekonomi digital di Indonesia diprediksi akan terus meningkat. Menurut hasil riset Google, Temasek, dan Bain & Company, ekonomi digital Indonesia di tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 1.826 triliun, terbesar di Asia Tenggara.

Selain itu, hegemoni teknologi digital di sektor ekonomi juga menembus level individu, dengan mempengaruhi, membentuk, bahkan menentukan preferensi individu dalam memilih jenis barang yang akan kita beli. Alagoritma digitallah yang memungkinkan hal ini terjadi. Mungkin tanpa disadari, ketika kita mencari barang yang kita inginkan di mesin pencarian, setelahnya akan muncul iklan-iklan komersial berisi barang sejenis di pelbagai platform digital. Dalam konteks ini, platform digital tidak hanya menghimpun aktivitas digital kita, melainkan membentuk imajinasi dan prediksi kita.

Transformasi Hegemoni ke Harmoni

Mengakarnya hegemoni digital dalam segala sektor kehidupan manusia memiliki implikasi yang negatif seperti tidak adanya ruang privasi, pudarnya kebebasan manusia dan penyalahgunaan Big Data untuk kepentingan temporer. Untuk itu, hegemoni digital perlu ditransformasikan ke dalam harmoni digital demi mencegah implikasi negatif tersebut, dengan setidaknya melakukan tiga hal.

Pertama, pemberdayaan sumber daya manusia (human capital empowernment), yang tidak hanya berupa transfer of knowledge seperti penguatan skill yang dibutuhkan di era digital dan dukungan dana dan ekosistem pada riset dan pengembangan, melainkan juga transfer of values sebagai kerangka moral dalam menciptakan dan menjalankan teknologi digital. Meskipun –sebagaimana yang diungkapkan oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur)– teknologi digital memiliki logika dan cara kerjanya sendiri, yang disebut determinisme teknologi, tetapi aspek nilai kemanusiaan harus menjadi kenyataan yang lebih penting dan lebih menentukan daripada aspek teknikalisme dari teknologi. Di sinilah pentingnya transfer of values tersebut. Karena, bagaimanapun juga, masa depan digital terletak pada manusianya, the future of digital is human.

Kedua, menyiapkan infrastruktur digital yang memadai. Sumber daya manusia yang unggul harus didukung oleh infrastruktur digital yang merata dan inklusif, seperti akses internet kepada semua orang. Ketiga, menyiapkan regulasi untuk mencegah penyahgunaan teknologi digital yang mengancam kemanusiaan, seperti penyalahgunaan data pribadi, doxing, peretasan dan kejahatan cyber serta lain sebagainya. Namun, regulasi yang dibuat harus dengan catatan, yakni tidak membatasi ruang inovasi dan kreatifitas. Melalui ketiga hal tersebut, hegemoni digital dapat bertransformasi menjadi harmoni digital, sehingga masa depan digital benar-benar terletak pada manusia dan teknologi digital tidak berjalan deterministik.[]

RA.

admin@raihanariatama.id

2024 © Raihan Ariatama, All rights reserved