Wawancara dengan Raihan Ariatama (terbit di jangkarjiwa.com pada 16 Maret 2021)
Dalam kondisi “gonjang-ganjing” di tubuh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) dalam menyongsong perhelatan besar Kongres HMI yang akan dilaksanakan di Kota pahlawan Surabaya, jangkarjiwa.com berkesempatan mewawancarai salah satu kandidat “kuat”, visioner, dan militan (setidaknya itu yang disampaikan beberapa Kader dan alumni di HMI Cabang Bulaksumur Sleman Yogyakarta dan dia adalah salah satu dari 26 kandidat yang memiliki surat rekomendasi terbanyak), ya dia adalah Raihan Ariatama, kader HMI Fisipol UGM yang kini tengah bersiap dicalonkan sebagai Ketua Umum PB-HMI dalam Kongres HMI ke XXXI di Surabaya.
Pada Kamis, 11 Maret 2021 bertempat di Upnormal Coffee Roaster Raden Saleh, Jakarta. Raihan Ariatama telah meluncurkan gagasan pentingnya untuk arah pergerakkan HMI ke depan.
Mengusung tema “HMI Menuju Satu Abad”, Raihan sangat berkeinginan agar HMI mampu menjadi organisasi adaptif yang siap merespon perkembangan dan tantangan zaman di era teknologi dan industri 4.0 seperti saat ini.
Saat ditanya tentang biodatanya, Raihan Ariatama menuturkan sejarah hidupnya mulai dari lahir hingga memilih kuliah di Jogja…
jangkarjiwa.com: Bagaimana Raihan bisa menjelaskan sejarah hidup dari masa kanak hingga bisa menempuh pendidikan di Jogjakarta?
Raihan: Saya lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 25 Desember 1992. Saya menghabiskan masa kecil di kampung halaman. Jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) saya tempuh di kampung halaman juga.Selain menempuh pendidikan formal, saya menimba ilmu keislaman di surau layaknya anak-anak Minang pada umumnya. Pendidikan formal dan pendidikan surau membentuk karakter personal saya, terutama menyangkut keislaman dan keindonesiaan.
Selepas SMA, saya memutuskan untuk merantau seperti tradisi orang Minang pada umumnya. Hal ini karena saya percaya bahwa karakter personal, tekad hidup, makna perjuangan, dan olah rasa bisa diasah dengan maksimal di tanah perantauan. Saya merantau ke Jogja untuk keperluan melanjutkan studi S1 dan S2 di UGM. Jogja saya pilih karena kota ini adalah kota pelajar dan kota budaya.
Saya yakin dengan kuliah di Jogja, terutama di UGM, saya memiliki kesempatan yang lebar untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan akademik, berorganisasi dan bermasyarakat. Karena di Jogja, segala fasilitas untuk meningkatkan kemampuan tersebut tersedia. Akses pada buku-buku dan literasi sangat banyak, organisasi pergerakan dan kemahasiswaan dengan berbagai dinamikannya sangat melimpah di kota ini. Saya juga belajar bermasyarakat dengan berbagai kultur yang berbeda-beda karena hampir semua orang dengan latar belakang etnis, agama, budaya ada di Jogja.
Bisa dikatakan, Jogja bagi saya bukan sekadar tempat singgah, melainkan tempat di mana saya mengalami perjumpaan dengan keberagaman dan perbedaan, hiruk pikuk modernitas sekaligus semangat yang kuat untuk mempertahankan tradisi dan kultur dalam satu tarikan nafas.
jangkarjiwa.com: Kenapa memilih HMI di tengah begitu banyak pilihan sebagai organisasi pengembangan diri?
Raihan: Fondasi keislaman dan kebangsaan telah saya tempuh di kampung halaman melalui pendidikan surau dan pendidikan formal. Saya perlu meningkatkan keislaman dan kebangsaan tersebut sekaligus. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa saya memilih HMI karena ketika saya mengamati tokoh-tokoh HMI, baik yang alumni maupun yang masih mahasiswa, memiliki spirit yang kuat untuk meresonansikan keislaman dan kebangsaan.
Ketika masuk dan berkesempatan berproses di HMI, saya tidak hanya menemukan prinsip keindonesiaan yang beragama, melainkan keislaman juga beragam. Saya bertemu, berinteraksi dan berkawan baik serta belajar banyak dengan teman-teman HMI yang memiliki latar belakang Islam yang berbeda-beda sekaligus latar belakang budaya dan etnik yang juga berbeda-beda. Jadi, toleransi terhadap perbedaan telah menubuh dalam berproses di HMI dan hal ini yang saya rasakan dan alami.
jangkarjiwa.com: Mohon dibuat juga proses mengikuti jenjang perkaderan dari komsat hingga PB HMI
Raihan: Saya mengikuti Latihan Kader (LK) 1 di HMI Komisariat Fisipol UGM, kemudian LK II di HMI Cabang Bulaksumur Sleman, dan LK III di Badko Sumatera Barat. Sedangkan Senior Course (SC), saya tempuh di HMI Cabang Bulaksumur Sleman.
Pada jenjang struktural HMI, saya berproses mulai dari tingkatan komisariat, cabang hingga pengurus besar. Saya pernah diamnahi sebagai Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP) HMI Komisariat Fisipol UGM (2013-2014), Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) HMI Cabang Bulaksumur Sleman (2015-2016), Ketua Umum HMI Cabang Bulaksumur Sleman (2016-2017), dan saat ini diamanahi sebagai Ketua Bidang Riset dan Teknologi PB HMI.
jangkarjiwa.com: Menilik saat aktif berproses di HMI kira-kira apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan HMI
Raihan: Saya kira kata ‘kelemahan’ kurang tepat. Yang tepat adalah permasalahan atau persoalan. Dalam berorganisasi, permasalahan itu alamiah. Permasalahan bukan kelemahan, melainkan tantangan yang harus kita selesaikan sebagai upaya proses pendewasaan diri dan organisasi. Tanpa tantangan, organisasi tidak akan berkembang.
Di HMI, bagi saya, keunggulannya itu jauh lebih banyak ketimbang persoalannya. Namun, kita terlalu fokus pada pesoalannya sehingga lupa memanfaatkan dan memaksimalkan keunggulannya tersebut.
Kalau saya list, ada beberapa tantangan HMI hari ini yang perlu kita atasi secara kolaboratif, yakni: pendangkalan intelektualitas dan integritas, serta lunturnya semangat berkarya. Selain itu, kita harus melakukan pembaharuan terhadap materi/kurikulum pelatihan formal dan informal HMI agar dapat menjawab tantangan abad 21. HMI hari ini sedang berada dalam zaman digital, tetapi kultur ke-HMI-an kita masih menggunakan corak pemikiran abad 20, dan akhirnya yang terjadi adalah disrupsi dalam tubuh HMI.
Tantangan tersebut harus kita hadapi dengan memanfaatkan dan memaksimalkan keunggulan yang HMI miliki. Kita memiliki sumber daya kader yang melimpah yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Kader ini bukan kader pasif dan terpisah-pisah, melainkan kader intelektual yang aktif yang terkoneksi melalui jejaring yang kuat. Di HMI kan ada istilah ‘berteman lebih dari saudara. Dan ini bukan jargon semata, melainkan kenyatakan psikologis yang mendarah daging dalam diri kader HMI.
Apabila sumber daya kader yang melimpah dan jejaring yang kuat tersebut dimaksimalkan dan dimanfaat dengan tepat, maka persoalan dan tantangan yang telah saya sebutkan di atas akan terasa kecil dan mudah untuk diatasi. Sebagai contoh, kita memiliki jaringan intelektual, pengusaha, politisi, birokrat, dan aktivis serta lain-lain yang kuat yang berkontribusi pada ummat dan bangsa. Tentu langkah dan upaya ini butuh kolaborasi semua pihak. Dengan semangat kolaboratif, harapannya kita bisa berdaya bersama.
jangkarjiwa.com: Mengapa merasa perlu mengambil kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai ketum PB HMI
Raihan: Dalam berproses di HMI, saya diasah untuk memiliki kepekaan terhadap organisasi, masyarakat dan lingkungan sekitar. Kepekaan itu meliputi kepekaan untuk mendeteksi masalah sekaligus kepekaan untuk mencari solusinya. Saya mendeteksi ada beberapa persoalan dalam tubuh HMI seperti yang saya uraikan di atas yang mendesak untuk diatasi. Dan pencalonan diri saya sebagai ketua umum PB HMI pada kongres kali ini adalah upaya saya untuk menjadi bagian dari solusi atas persoalan-persoalan tersebut. Saya menawarkan gagasan-gagasan sebagai solusi keluar dari persoalan dan tantangan tersebut. Itulah mengapa, dalam keputusan yang sangat eksistensial ini, dengan segenap kemampuan dan pengalaman yang saya miliki, saya memberanikan diri untuk menjadi bagian dari solusi atas persoalan HMI dengan mencalonkan diri sebagai ketua umum PB HMI.
jangkarjiwa.com: Selain program yang sudah di-launching, kira-kira target apa yang akan digeber untuk meningkatkan performa HMI jika terpilih
Terdapat 4 program yang saya launching pada Kamis, 11 Maret 2021, kemarin. Keempatnya adalah HMI Digital, HMI E-4.0, HMI Incubator Entrepreneurship, dan HMI Perisai Kebangsaan. Gagasan-gagasan tersebut ditujukan untuk memperkuat perkaderan. Karena ruh HMI itu organisasi perkaderan, bukan organisasi massa. Karena memang ditujukan untuk kepentingan perkaderan, maka semua program yang telah di-launching akan ‘digeber’.
Terkait program lain di luar gagasan yang telah di-launching, tentu saya bersama tim sangat terbuka akan gagasan dan aspirasi dari para kader, termasuk dari para kandidat lain. Perlu semangat kolaboratif untuk meningkatkan performa HMI, sehingga kita nanti bisa berdaya bersama. Selain itu, kami memaknai kongres adalah kontestasi gagasan, jadi yang menang di kongres nanti adalah gagasan untuk perbaikan HMI ke depannya.
jangkarjiwa.com: Adapun jika tidak terpilih apa yang akan dilakukan untuk tetap menyokong organisasi
Raihan: Ketika kita menjadi kader HMI, maka identitas dan nilai-nilai ke-HMI-an akan melekat selamanya pada diri kita. Itu yang selalu saya yakini. Keyakinan inilah yang menyokong sikap dan tindakan dedikasi saya pada organisasi HMI. Saya akan tetap mengabdi pada organisasi dengan cara yang saya yakini.
Demikian Raihan Ariatama menyampaikan secara terbuka tentang diri dan gagasan terbaiknya untuk HMI seraya menutup wawancara bersama jangkarjiwa.com dengan ucapan Terima kasih kepada seluruh kader HMI di seluruh Indonesia dan meminta ijin serta permohonan dukungan untuk mencoba berjuang memperbaharui langkah gerak PB-HMI dalam Kongres XXXI di Surabaya yang akan mulai dilaksanakan mulai tanggal 17 Maret 2021 pekan ini. (ckr03)