Raihan Ariatama, fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945, pancasila disebut sebagai dasar negara, bukan ideologi negara. Kalau melihat hal ini, maka Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tidak diperlukan karena tidak ada yang disebut dengan ideologi pancasila.
Ia menyebut pancasila sebagai dasar negara tidak memiliki penafsiran yang tunggal. Ia memberikan contoh sila pertama di orde lama diartikan dengan nasakom. Hal itu berbeda dengan penafsiran sila pertama pada orde baru yang melarang adanya ideologi komunis. Penafsiran-penafsiran yang beragam tersebut selalu mengikuti kebutuhan zamannya.
“Adapun, RUU HIP tidak sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang, karena pancasila sedang tidak mengalami turbulensi yang kuat. RUU HIP ini adalah upaya untuk melembagakan BPIP. Padahal, sebenarnya tidak perlu ada BPIP”, ujarnya.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan Meeting IDea yang diselenggarakan oleh Kalimahsawa.id pada Senin (15/6). Diskusi online yang menghadirkan aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi ini mengangkat tema “Pentingkah RUU Haluan Ideologi Pancasila?”.
****
Ia menyebut ada pertarungan wacana antar kelompok yang ingin mendominasi. Menurutnya wajar jika PDIP mendukung RUU HIP karena ideologi mereka berbau nasionalisme dan komunisme. Adapun ini menjadi ujian bagi partai-partai Islam, apakah mereka dapat solid untuk memperjuangkan kepentingan umat yang menolak atau tidak.
“Kalau dilihat dari analisa kebijakan publik, salah satu fungsi DPR adalah fungsi aspirasi. Yang menjadi pertanyaan adalah, usulan RUU HIP ini berasal dari aspirasi masyarakat yang mana? Masyarakat mana yang menginginkan RUU HIP ini ada? Ini sulit untuk dicari”, jelasnya.
Di sisi lain, Raihan berpendapat bahwa selama RUU HIP ini sedang berada dalam tahapan formulasi, ini menjadi kesempatan bagi ormas-ormas untuk memberikan sumbangsih pemikiran. RUU HIP ini belum final, melainkan masih berupa rancangan.
Hal yang agak sulit menurutnya adalah ketika masyarakat mencoba mencari agenda setting dari RUU ini. “Ini adalah aspirasi siapa dan untuk kepentingan siapa? Ini yang perlu kita cari. Ada yang menganggap ini adalah kebangkitan PKI, ada yang menganggap sebagai upaya degradasi umat Islam, dan lain-lain. Ini sifatnya masih dugaan. Jadi kita belum tahu secara pasti agenda setting dari Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ini seperti apa”, jelasnya.
****
Menurutnya, setiap sistem bebas menafsirkan pancasila dalam implementasinya. Salah satu tujuan pemerintah membuat RUU HIP ini adalah untuk pelembagaan BPIP. Ia mengaku khawatir jika tafsiran pancasila ini akan menjadi tunggal.
Jika tafsiran pancasila menjadi tafsir tunggal, maka semua sila yang dijalankan bukan tafsiran masyarakat Indonesia lagi melainkan akan menjadi tafsiran BPIP. Sedangkan BPIP adalah lembaga pemerintah.
“Jadi, tafsiran pancasila sangat mungkin menjadi tafsiran versi partai politik pemenang. Harapan saya, tafsiran pancasila tetap jamak, jangan sampai ditunggalkan menjadi tafsiran BPIP saja”, tutupnya.
Sumber: kalimahsawa.id